Kamis, 24 Januari 2013

Kurikulum Pendidikan Indonesia


Perubahan Kurikulum Dalam Sejarah Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan di Indonesia sudah mengalami sebanyak sepuluh kali perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum tersebut diantaranya kurikulum 1947 memiliki nama Rencana Pelajaran merupakan kurikulum pertama di Indonesia, kurikulum 1964 atau rencana pendidikan sekolah dasar, kurikulum 1968 yang disebut kurikulum sekolah dasar, kurikulum 1973 kurikulum proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP), kurikulum1975, kurikulum 1984 yang  terkenal dengan cara belajar siswa aktif (CBSA), kurikulum 1994, kurikulum 1997 sebagai revisi kurikulum 1994, kurikulum berbasis kompetensi (KBK), dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dan yang ramai dibicarakan pada saat ini adalah tentang perubahan kurikulum di tahun yang akan datang yakni perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  menjadi kurikulum 2013 yang belum pasti apa nama yang diberikan untuk kurikulum yang sedang direncanakan tersebut.
Apabila kita melihat kebelakang tentang perkembangan  kurikulum yang selalu berubah, tidak perlu terlalu jauh cukup kita mulai pada kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum KBK memiliki tujuan untuk membekali peserta didik dalam menghadapi tantangan hidupnya di masa deapan yang cenderung semakin komplek secara lebih mandiri, cerdas rasional dan kritis. Meskipun KBK menjadi kurikulum yang memenuhi kesempurnaan secara konseptual. Namun pada kenyataan pelaksanaannya banyak ditemukan kendala. Sehingga diperlukan perangkat khusus yang mengatur secara teknis dan detail tentang pelaksanaannya tersebut, perangkat khusus yang dimaksud adalah perangkat yang disusun  berdasarkan pada kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Kemudian dibentuklah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP berfungsi menjembatani dari kendala-kendala yang terjadi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dalam hal ini pengembangan KTSP megacu pada standar isi yang mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Selain itu KTSP juga mengacu pada standar kompetensi lulusan yang merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Terdapat kebijakan dari pemerintah pada setiap tahunnya, baik kebijakan mengenai undang-undang, dan kurikulum pendidikan nasional yang selalu direvisi demi menghasilkan out put yang baik, seperti membentuk siswa berkarakter, berakhlak mulia, dan nantinya dapat menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Dan  pada kesempatan kali ini pemerintah telah melakukan revisi terhadap KTSP yang akan berubah menjadi kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.
Telah dilakukan uji publik mengenai kurikulum 2013 ini, uji publik yang dilakukan mulai pada tanggal 29 Nopember-23 Desember berlangsung diberbagai daerah. Uji publik kurikulum 2013 dilakukan dengan dialog tatap muka yang dilakukan pada tingkat nasional dan tingkat daerah (33 provinsi), dialog virtual dan dialog tertulis dimana bahan uji publik tersebut dikirim keberbagai perguruan tinggi dan lembaga pemerhati pendidikan di Indonesia. Dari uji publik kurikulum 2013 kita bisa mengetahui rencana pelaksanaan pendidikan seperti apa yang akan diterapkan dalam pendidikan di Indonesia selanjutnya.
v  Kurikulum 2013 Pembelajaran Yang Berpusat Pada Siswa
Kurikulum 2013 merupakan lanjutan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dirintis tahun 2004 yang mencakup kompetensi sikap, pengtahuan serta keterampilan secara terpadu. Keberadaan kurikulum 2013 dikarenakan dianggap banyak terjadi pemasalahan pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dijadikan alat penjembatan dari kurikulum berbasis kompetensi. Dari bahan uji publik kurikulum yang ada pengembangan kurikulum 2013 lebih menekankan pada pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi, siswa yang dulunya diberi tahu pada kurikulum ini siswa memcari tahu sendiri. Hal ini memang sangat baik bagi pekembangan siswa terutama siswa sekolah dasar karena dengan cara mereka mencari tahu sendiri dengan guru sebagai fasilitator, pembimbing dan inovator  maka siswa akan lebih mudah untuk menemukan konsep dari apa yang telah mereka pelajari, serta lebih mudah mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar bagi siswa.

Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student active learning) yang dijadikan prioritas utama pada kurikulum 2013 mendapatkan tanggapan positif dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam harian kompas (18/12/2012) Mohammad Nuh mengatakan, bahwa kurikulum baru yang tengah menjalani fase uji publik ini bertujuan utama membangun kemampuan berpikir anak secara ilmiah. Dia yakin bahwa ini akan berdampak baik mengingat banyaknya laboratorium alam yang dapat dieksplorasi oleh anak-anak. Dia menambahkan bahwa dengan tingginya intensitas anak melakukan observasi langsung tentang fenomena alam di lapangan, mereka dapat lebih yakin terhadap suatu hal. Selanjutnya akan muncul berbagai pertanyaan kritis dari rasa ingin tahu anak-anak ini terhadap fenomena alam yang sedang diobsevasi. Selama ini, anak-anak malas mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya karena kemampuan berpikir mereka dibelenggu pada hal-hal yang sifatnya biner. Intinya jika anak menjawab tidak sesuai dengan guru, maka jawaban mereka langsung disalahkan tanpa dilihat proses anak menjawab. Hal ini sesuai dengan apa yang ada pada elemen perubahan pada kurikulum 2013 yaitu dimana siswa tidak hanya belajar di dalam kelas tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat.

Penilaian yang dulu hanya pada penekanan kognitif yang berfokus pada out put saja kali ini terjadi penilaian lebih fokus pada penilaian proses dan penilaian out put, oleh karena itu penambahan jam pelajaran pada kurikulum ini akan diberlakukan. Perlu disadari juga bahwa penilaian proses harus diterapkan karena untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas dan berkarakter tidak hanya dinilai pada aspek kognitifnya saja. Nilai ujian memang penting, tetapi yang lebih penting ialah bagaimana proses belajar tersebut berjalan atau didapatkan. Sebagai seorang guru kita harus menghargai hasil jerih payah siswa kita, penghargaan dapat kita berikan karena kerja keras siswa, kedisiplinan, kejujuran siswa dan lain sebagainya bukan hanya dari nilai ujian.
Tidak terlepas dari fungsi dan tujuan pendidikan Indonesia dalam UU no.20/2003 Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang mennyebutkan fungsi pendidikan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta tujuan pendidikan yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka untuk membentuk pribadi peserta didik yang ada pada fungsi dan tujuan pendidikan di Indonesia dibutuhkan adanya penilaian proses dalam proses pembelajaran. Kalau hanya menilai aspek kognitifnya mungkin output yang dihasilkan hanyalah pribadi-pribadi yang cerdas dalam pengetahuan tetapi miskin karakter yang diharapkan, akibatnya banyak terjadi seperti pemberitaan yang sering terjadi saat ini serperti nyontek disaat ujian, tawuran pelajar sampai korupsi. Itu semua dikarenakan bagi mereka belajar hanyalah kompetisi untuk mendapatkan nilai yang terbaik yang hanya diperhitungkan secara kuantitas tanpa memperhatikan kualitas.
Berkaitan dengan pendidikan karakter, menurut Wamendikbud bidang kebudayaan Wiendu Nuryanti , pendidikan karakter akan lebih banyak dipelajari siswa di tingkat sekolah dasar dimulai sejak dini. Semakin tinggi jenjangnya, pelajaran terkait pendidikan karakter berkurang, dan diganti dengan pelajaran keilmuan. Sementara itu, dia juga mengatakan kurikulum yang sedang dalam penyusunan tersebut diharapkan akan memberikan perubahan pada model pembelajaran yang memberikan ruang gerak bagi siswa untuk berekspresi seluas-luasnya."Pembangunan karakter sebagai sentral dari pendidikan nasional akan disinergikan dengan kebudayaan untuk menyebarkan virus pembangunan karakter dan targetnya bukan hanya peserta didik tetapi juga guru dan masyarakat luas yang diwakili oleh komunitas-komunitas seperti seniman dan budayawan dan sebagainya," katanya. Hal itu dia paparkan dalam harian Kompas (18/12/2012)
v  Desentralisasi Semu Yang Kembali Pada Sentralisasi
Sementara itu tentang pengelolaan kurikulum 2013 sepertinya pada kurikulum ini bukan mengembangakan atau memperbaiki dari kurikulum sebelumnya yaitu KTSP dimana sekolah diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensi yang ada pada daerah masing-masing sesuai dengan kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungan. Bukti nyata desentralisasi pengelolaan pendidikan pada KTSP ini adalah diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, seperti tercermin dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunan maupun pelaksanaannya di sekolah. Tetapi pada kurikulum 2013, meskipun dalam pengelolaan kurikulum Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Dan juga satuan pendidikan mampu menyusun kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik dan potensi daerah. Tetapi apabila pemerintah juga yang pada akhirnya menyiapkan semua kompenen kurikulum sampai buku teks dan pedoman, maka hal itu sama saja dengan kurikulum ini akan kembali kepada sentralistik. Pemerintah juga yang mengatur semuanya, kewenangan sekolah masih mengacu semua kepada kebijakan pemerintah. Akibatnya apa yang telah direncanakan pada KTSP sebelumnya meskipun pada KTSP juga desentralisasinya masih semu tetapi alangkah lebih baiknya jika semakin diperbaiki bukan malah dihilangkan begitu saja, untuk apa menyusun KTSP yang begitu rumit dan membutuhkan banyak dana  tetapi pada akhirnya kebijakan yang ada pada KTSP akhirnya sirna, padahal kebijakan desentralisasi semu tersebut cukup baik apabila dikembangkan menjadi desentralisasi yang sesungguhnya. Pada dasarnya pendidikan yang bersifat desentralisasi pola pengembangan kurikulumnya akan jauh lebih baik daripada pola pengembangan kurikulum yang sentralisasi. Karena menurut model pengembangan kurikulum ”grass roots”, pengembangan kurikulum yang desentralisasi lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik menuju pada bagian-bagian yang lebih besar. Selain itu, karena pengembangan kurikulum ini yang bersifat desentralisasi memungkinkam terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, dan pada akhirnya akan melahirkan manusia-manusia yan lebih mandiri.
Forum Komunikasi Peduli Pendidikan Republik Indonesia (FKPPRI), yang beranggotakan pakar, praktisi, dan pengamat pendidikan menolak kurikulum 2013. Hal tersebut dikatakan dalam harian Kompas, perubahan kurikulum dinilai tidak berdasarkan kajian yang menyeluruh. "Belum ada riset dan evaluasi  yang mendalam dan sungguh-sungguh tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), baik berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi maupun Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan," kata Koordinator FKPPRI Darmin Mbula dalam surat pernyataan sikap yang diterima, Senin (17/12/2012). Perubahan atau pergantian KTSP (2006) ke kurikulum 2013 tidak berdasarkan alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan serta landasan hukumnya tampak mengada-ada sebagai rasionalisasi perubahan kebijakan. Penyusunan Kurikulum 2013 tidak berdasarkan kajian yang mendalam dan transparan terhadap situasi yang  menjadi alasan kuat perlunya kurikulum 2013. Rumusannya amat sangat normatif berdasarkan spekulasi tanpa dukungan hasil riset dan ujicoba inovasi di lapangan.
Mengenai pengurangan jumlah mata pelajaran dalam kurikulum 2013 dikurangi dengan maksud mengurangi beban belajar siswa, namun muatannya berlipat ganda karena mengikuti alur pikiran kompetensi inti dan jumlah jam pelajaran per minggu ditambah. Dampaknya apabila kita kaji lebih jauh adalah beban belajar siswa semakin berlipat ganda. Selain itu, rumusan kompetensi inti tidak berdasarkan kajian mendalam dan hasil riset dan inovasi. Hubungan antara kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran tidak koheren sehingga berdampak meningkatnya kepadatan kompetensi dan materi pada tiap mata pelajaran.
Kurikulum di Indonesia selalu berubah sesuai perubahan jaman dan kebutuhan dimasanya.Perubahan kurikulum selama ini sangat dipengaruhi oleh politik, kepentingan golongan, pemenuhan kebutuhan masyarakat secara instan, atau memenuhi kebutuhan jangka pendek. Hal ini menyebabkan pendidikan hanya sekedar mempertahankan eksistensi manusia secara individu atau bangsa saat itu. Oleh karena itu dalam pengembangan kurikulum pendidikan harus terlepas dari kepentingan politik yang dapat menjerumuskan bangsa pada pemenuhan kebutuhan kelompok tertentu. Kurikulum juga hendaknya  memiliki landasan keilmuan yang kuat untuk diaplikasikan dalam perilaku dan karya. Selain itu kurikulum hendaknya tidak dirubah atau diganti, namun berangkat dari landasan filosofis, psikologis, sosial budaya, pengetahuan, teknologi, dan organisatoris ditingkatkan sehingga dapat melahirkan prestasi pendidikan semakin tinggi  dan besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar